theasthenist

stories about lost in space called my head


Tinggalkan komentar

Sabtu Sunyi Suburban

Siang ini, tak banyak berubah dari ceritaku sebelum-sebelumnya…aku masih terduduk, menatap layar elektronik ini. Menatap semu langit Bali yang semakin kelabu. Entah bulan apa ini, seharusnya bulan April musim penghujan selesai dan bukan baru dimulai. Juni belum tiba dan udara sudah semakin mendingin.

Perumahan ini begitu sepi, Sabtu siang terasa mati.  Jejaring sosial dunia maya tak menunjukkan pergerakan aktivitas berarti. Apakah semua orang tertidur? Aku merasa ingin pergi ke Denpasar, Kuta, atau Tabanan jika cuaca cerah. Sudut studio ini pun terdiam, gitar-gitar itu teronggok di sudut ruangan, dekat sebuah meja kecil tempatku biasa meletakkan gelas. Ah, sisa wedang jahe semalam belum kubereskan…

Nada-nada lembut piano ini mengalun menemani siang yang nyaris mati ini. Membawa kembali kilasan lalu yang pernah terjadi di kota ini. Semua rentetan cerita, mengingatkan bahwa aku masih bisa menghirup udara segar pulau ini. Seharusnya aku bersyukur aku belum mati. Ya, puji Tuhan aku tidak jadi mengakhiri hidupku. Pagi demi pagi silih berganti membasuh setiap inci luka ini. Lampu kota yang menghiasi takkan pernah terganti, namun seperti proses yang harus dilewati…ada malam sebelum pagi.

***

Kembali lagi di sudut studio ini, menatap awan yang makin menghitam memenuhi langit. Seolah seperti tanpa teman. Kan, apa kubilang…sejenak saja kepala ini sudah mulai menyusun sebuah cerita penuh kebohongan. Seandainya jiwa baikku bisa terlepas dari raga lalu masuk kembali merasuk, aku bisa membunuh sisi jahatku sendiri. Ya, suara-suara itu memang kadang kian membangsat. Pikiran itu memang kuat, imajinatif, kreatif, namun kecil. Tak cukup kuat memahami dirinya sendiri, ciptaan Tuhan yang jauh lebih besar dari apapun dalam hidup di dunia ini. Dunia fana dn dunia maya, bahkan alam barzah sekalipun.

Hari ini aku baru menghabiskan nasi gorengku, menyadari lagi setiap detil nikmat rasanya. Hidup bahagia hanya sesederhana itu, angin sepoi-sepoi dari jendela kamarku, serta gurihnya kerupuk beras yang digoreng ibuku. Sabtu siang yang malas ini mengharuskanku beristirahat.

***

Padatnya aktivitas sepanjang minggu ini cukup melelahkan. Kadang aku berharap ada sebuah sapaan hangat untuk mengawali hari, dan menemani kepenatan dan mencari kesenangan, atau hanya sekedar menikmati ketenangan. Dalam diam.

Waktu yang berkata memang tak pernah berbohong. Sepi itu hanya tipu daya si kecil jahat Pikiran itu. Sesungguhnya aku cukup bahagia hari ini biarpun harus melewatinya seperti ini.

 Image


Tinggalkan komentar

Aneh, Memang Aneh

557687_457277417630121_670117819_nKilasan lalu membawaku ke dalam sebuah lorong penelusuran waktu yang terhilang selama beberapa bulan terakhir ini ke dalam sebuah cerita lama yang tak berujung jika terus dikejar tanpa cita-cita pasti. Inilah hidup kita manusia, berada di persimpangan, di mana pilihan bukanlah sebuah akhir. Tapi juga sebuah awal titik balik dalam menjalani pilihan yang kita sebut prinsip. Tentu kegetiran acapkali muncul di antara setiap keresahan yang kita rasakan. Saat semua mati, pasti ada kehidupan yang lain. Saat semua hidup, begitu pula terjadi sebaliknya.

Seperti pepatah lama zen bahwa isi adalah kosong, kosong adalah isi. Demikianlah pula tentang kekacauan dan keteraturan. Bahwa hidup ini layaknya chaos and stability yang terus berputar berlari dan saling mengejar. Terkadang kegilaan adalah hanya sebuah warna selubung kamuflase yang mengacaukan semua isi hati dan pikiran.

Tangis, kekecewaan, amarah, kegembiraan, dan kepuasan, serta ketenangan saling berpadu, mencampur dalam haru-biru nuansa keseimbangan. Aneh, memang aneh. Inilah nyata, inilah imaji, inilah surga dan neraka dunia. Sebuah lembah alam pikir yang dahsyat saat kita mempercayai kebenaran atau kebohongan.

 

Kamu, saya, kita semua bisa memilih untuk HIDUP. Atau MATI.

 

***


Tinggalkan komentar

FLUX LifeGround presents SoundScape

Hey friends, kami dari Yayasan Cahaya Mega Prisma atau biasa disebut FLUX LIFEGROUND.

Kami adalah sebuah yayasan nirlaba yang concern dan bergerak di bidang pendidikan seni non-formal yg berbasic pada perkembangan industri kreatif saat ini…

Tahun ajaran baru kami akan segera dibuka pada bulan ini.
Kami membutuhkan tenaga sukarelawan/ volunteer untuk menjadi MENTOR (kami menyebutnya COSMONAUTS) dari kamu yang bergerak di bidang seni rupa, seni musik, seni pertunjukan, dan seni memasak. If you wanna be a cosmonaut please meet us on Monday/ Senin 13 Januari 2014 jam 7 malam.

di mana lokasinya? Langsung aja datang ke markas kami di JL.Raya Kerobokan 88, sebelah arena resto.Makasih yaa…sampai jumpa di FLUX Lifeground 😉

more info about us, click http://www.fluxlifeground.org

View on Path


3 Komentar

Gue Nggak Berak Duit, Asal Elu Tau!

Senin memang selalu “sesuatu banget”, begitu katanya…seperti kata si Artis berjambul itu. Masih terduduk di kursi “pesakitan” ini, menatap layar elektronik dan papan berhuruf serta pengontrol sinyal perintah elektronik. Kemarahan kaum kerah biru ini semakin menekan. Ya, inilah kami…manusia-manusia urban kelas pekerja. Dihantui masa depan, gaji kecil, dan harapan akan kesejahteraan.

 

Tahun ini, kehidupan seolah semakin kejam. Dunia terus berulah seolah tak pernah puas. Standar ditetapkan begitu tinggi sehingga harapan terlihat semakin membumbung tinggi di awan. Para pedagang, kaki lima, eceran, sampai pemain saham kelas berat terus beradu. Pemasaran bertingkat pun semakin menggila dan membujuk orang dengan mulut manis mereka yang hanya dipenuhi dengan mimpi-mimpi hasil akhir dari kegiatan berbisnis. Mobil mewah, properti, wisata ke luar negeri…ah, bangsat lah semua itu. Aku tidak makan mesin pencetak uang

 

Ada kalanya aku ingin menghujat semua orang yang menyengsarakan orang lain. Dunia begitu tidak adil, sehingga terlihat seolah-olah kehidupanlah yang kejam. Padahal tidak, dunia lah yang kejam, memakai topeng kehidupan dan memfitnahnya. Tuhan pasti menangis.

 

***

 

Aku dan mimpi-mimpiku masih bergerilya dengan peperangan batin sehari-hari. Terduduk menerima perintah dan terus menerima suara-suara dalam kepalaku.Gila. Pikiran ini membawa sebilah belati dan siap melukai siapa saja yang lewat atau mungkin melukai dirnya sendiri. Sungguh aku harus keluar dari lingkaran setan ini sebelum ada korban yang berjatuhan.

 

***

 

Ini sudah Selasa malam dan aku kembali terduduk di sini. Belum pulang ke rumah, masih menanti akhir bulan dengan gaji penuh yang ditransfer ke rekening tabunganku. Akhir bulan masih lama tentu. Pukul 7 malam, melewati batas undang-undang perburuhan tentu. Aku bisa apa? Aku hanya pegawai rendahan. Sistem telah berjalan dengan tidak semestinya. Jangan sampai aku kehilangan banyak kali ini, inilah saatnya belajar bertahan. Setiap hari aku bertemu dengan banyak orang. Ada yang angkuh, bodoh, ramah, dan juga ingin dimutilasi. Sungguh beragam, ritme emosi bagaikan papan seluncur mengarungi ombak.

 

Teringat kemarin sore, aku terduduk di kantin perusahaan bersama dengan pekerja-pekerja yang lain. Para wanita pemandu lagu. Ya, perusahaan ini bergerak di bidang jasa hiburan. Aku hanyalah bagian kecil dari divisi produksi. Oke, kita kembali ke kantin. Aku terduduk dengan earphone tertancap di telinga dengan musik mengalun di dalamnya. Sembari menyantap makanan, aku melihat mereka mondar-mandir memesan makanan, membayar, datang, dan pergi. Kadang ku berpikir apa yang ada dalam benak mereka.

 

Uang, belanja, lelaki, kepuasan lahiriah, keluarga, rasa takut, rasa hina, entah apa pun itu. Pasti sungguh bervariasi. Uang seperti menjadi tuhan saja dalam kehidupan jaman modern ini. Manusia melupakan Tuhannya yang transendental. Uang, uang, uang, selalu saja demikian. Kini aku memandang mereka dengan dua mata terbuka, tidak lagi dengan sebelah mata yang merendahkan. Sudah kumengerti bahwa hidup ini memang berat. Kemampuan, pendidikan, dan koneksi saling berebut mendapatkan mangsanya.

 

Begitu juga seperti keluarga keturunan etnis tertentu yang terkenal akan stereotipnya yang mengagung-agungkan materi semata, begitu katanya walau tak semuanya demikian. Seolah tanpa adanya uang tak ada harapan, sepertinya manusia sungguh lupa akan kebesaran Yang Maha Kuasa tersebut. Belum lagi stereotip ini diperparah dengan kondisi kelas masyarakat yang tercipta sejak zaman penjajahan yang terlalu lama itu. 350 tahun. Sejak itu jurang pemisah mulai digali, dan tembok-tembok pembatas ditegakkan tinggi-tinggi.

 

***

 

Aku hanya bisa merutuki mereka yang mendewakan uang. Seolah-olah hidupnya hanya habis untuk mencari “penghidupan yang layak”. Apalah arti semuanya jika akhirnya kehidupan nyata menjadi tidak layak lagi secara kualitas? Hubungan antarmanusia memburuk, hilangnya kehangatan dan kebersamaan, serta berakhirnya kepercayaan-kepercayaan yang ada.

 

Membeli produk pemasaran bertingkat pun perlu berpikir masak-masak. Tak semua produk yang dipasarkan memenuhi kualitas dan pantas dijual, apalagi dengan cara bujuk rayu super manis yang memuakkan. Dengan iming-iming modal (yang katanya) sedikit, namun untuk pegawai UMR sepertiku ini 2-7 juta rupiah adalah uang yang besar sekali. Bisa berjumlah beberapa bulan gaji kami. Katanya hasil yang didapatkan bisa berlipat ganda. Jujur aku terkadang tertarik, tapi apa ada yang mau beli produk bertingkat semacam ini? Komunitasku adalah komunitas cerdas yang tak mudah terkena bujuk rayu pemasaran model ini. Yah kalau saja aku bisa berkata pada mereka, “Gue Nggak Berak Duit, Asal Elu Tau!”  hahahahahahahaha…imajinasiku melayang…

 

 

 

 

 

Sekian


Tinggalkan komentar

Genetika Baru

Saat ini, angin bulan Agustus masih sama dinginnya dengan angin bulan Juni. Hawa yang berhembus kencang ini masih membuatku enggan melepaskan pakaian hangat ku dari tahun ke tahun. Nikmatnya hangat mentari masih menjadi dambaan sesaat di setiap pertengahan tahun seperti ini. Secangkir cappuccino hangat selalu setia menemani ku. Kemarin aku baru saja terbangun dari sebuah tidur panjang yang nyaris menggerus sisi kewarasan ku. Aku tahu, semua ini juga merupakan andil dari kesalahan-kesalahan ku. Depresi dan Mimpi buruk selalu menghantui. Sampai suatu saat sebuah lagu mengalun di telingaku. Lagu yang bercerita mengenai Dia sebagai pusat kehidupan ini. Telah lama hidup ini menjauh dari jati diriku yang sesungguhnya. Sulit rasanya mengenali diriku ditengah peliknya drama yang terjadi; adegan demi adegan terekam jelas, terpatri dalam benak. Inilah waktu yang tepat untuk kembali pulang kurasa.

Dalam lagu itu, Dia diceritakan sebagai pusat dari segala apa yang kita lakukan selama ini, di mana terkadang kita melupakan Nya dan mengabaikan Nya dalam setiap detik keputusan yang kita ambil sebelum melangkah. Rasanya ini adalah sesuatu yang salah. Ya, salah besar. Mencoba untuk tenang mungkin tidak cukup. Sebuah keputusan radikal yang (seringkali dikatakan oleh orang pada umumnya dengan sebutan) pahit harus diambil dengan tegas. Mungkin ini akan membawa perubahan drastis dalam pola kehidupan yang akan kita jalani kelak. Namun inilah hidup, warnanya terus berganti, tak ada yang abadi selain pergerakan kehidupan itu sendiri. Perubahan ke arah (yang kita anggap) lebih baik tentu kita inginkan, bukan?

Sejak itu pagi dan malam tak pernah sama, kekosongan akan selalu bergelayut mencari jiwa-jiwa yang hampa. Menghempaskan diam dalam sebuah badai imajinasi yang hebat. Badai yang bisa mematikan jiwa di saat kita tidak mempunyai arah tujuan dan pegangan yang kuat untuk mengarungi nya. Ya, nada dan kalimat syair lagu itu berputar kembali dalam otak ku, bahwa Dia adalah pusat dari segalanya. Kemudian sebuah lagu lain menghantar ku dari gelombang pasang lautan hidup yang dalam. Saat ombak tinggi, aku terangkat oleh Nya, kakiku yang lemah ini ditopang di atas air. Mengharuskan aku untuk mempercayai Nya, bahwa inilah Air Yang Hidup, air yang membasahi kembali diriku dengan segar Nya.

Apa pun yang memiliki sebuah awal, pasti akan berakhir di dunia ini. Dengan segenap nafas yang telah dipurifikasi ini seyogyanya aku kembali dalam menjalani hidup ku dengan tenang dan terus berjalan di atas “air”. Sebab kehidupan yang padat ini dapat menenggelamkan kita seketika dalam khayal negatif yang bisa mematikan jiwa dan raga. Pastikan selalu langkah kita didasari oleh genetika baru yang kita miliki di dalam sini.


Tinggalkan komentar

CONTRA SPIRITUALE

Entahlah aku merasa ini hanya kebetulan atau kenyataan. Hidupku kini tengah dijalani dengan normal dan tak banyak hal yang mengganggu. Satu hal yang mengganggu mungkin hanyalah diriku. Sebuah bibit hitam kecil yang ada dalam diriku ini menggelayut semu dan siap menusukkan durinya ke dalam jantungku. Duri-duri itu tipis dan cukup panjang untuk merobek jantungku dan memutuskan semua aliran darah menuju syarafku. Cukup sudah energi terkuras.

Seringkali aku berkelahi dan tak jarang duel nyaris mati selalu mengakhiri pengambilan keputusan yang harus kulakukan. Hati dan pikiran memang tak pernah seiring sejalan seperti bulan dan matahari. Terkadang muncul sebuah tuntutan agarku menyendiri, menghilang dari gegap gempita malam. Namun apa daya, aku masih terus melakukan kekejaman mental dan terus memakan korban semakin banyak.

Apakah mungkin aku terlalu lama berteduh dari cahaya?

***

Lemas, sore ini ruangan berpendingin sepi. Tak banyak individu beraktivitas. Kami sedang lowong,aku hanya sedikit bekerja dan berbicara kepada diriku sendiri. Menatap layar maya yang hampa lalu kuguratkan setiap rasa sakit ini. Bibit hitam berduri terus menggangguku, pandangan mataku seperti berkunang-kunang.

Jika rasa sakit adalah penyelesaian, aku ingin habis terbakar entah cepat atau lambat dengan mereka yang terus menangisiku di sampingku tanpa bisa berbuat apapun selain menyesali diri mereka sendiri karena mereka takkan bertemu denganku lagi. Aku tak pernah berpikir untuk mengambil pisau dan membunuhi mereka satu persatu, lebih baik aku berdiam sampai mereka mengambil pistol dengan 6 peluru dan menghabiskan peluru tersebut di kepala mereka masing-masing.

***

Aku tak butuh ceramah, hal-hal tersebut telah kuketahui, yang kubutuhkan hanyalah menyendiri dan kumusnahkan sendiri bibit hitam tersebut. Tapi entahlah, pesakitan manja seperti aku masih saja butuh seseorang yang setia menungguku di sini. Dilema dan dilema terus saja berputar seakan tiada henti. Alur hidup menjadi tidak jelas dan tak tahu akan berakhir sampai mana. Kerinduan dan kebencian berbaur terlalu pekat. Seperti warna merah dan hijau, makin diaduk makin coklat dan kotor.

Si Hitam Kecil ini telah menyebabkanku kehilangan kesadaran. Otakku yang tadinya tenang-tenang saja sontak berpikir sendiri secara otomatis dan berbalik menyerangku. Hati nurani terus meronta setelah dihajar dan dihabisi oleh pikiranku. Terkadang hati nuraniku tak mampu kupercaya karena dia terlalu lemah, sedangkan pikiranku pun tengah tak kupahami saat ini. Dia telah berubah. Aku bahkan tak mengenali pikiranku sendiri.

***

Mungkin inilah gelap. Inilah murka, ini apa? Aku perlu suasana yang menenangkanku.Yang pasti inilah CONTRA SPIRITUALE dan aku lelah berperang dengan diriku sendiri.


2 Komentar

Heart’s Mausoleum

Sesungguhnya aku tak begitu peduli dengan pergantian tahun.

Itu hanyalah peringatan bahwa masa hidupku semakin berkurang.

Sebentar lagi atau nanti aku pasti mati.

Kembali ke debu tanah dan liang kubur,

atau hilang dalam api dan hanyut di lautan.

Via dolorosa, memento mori.

Muda, tua, siapa saja, baik atau buruk, semua sama.

Terkadang terasa perih, inginku mengaduh.

Tapi angka-angka ini tak mengizinkan sikap yang seenaknya.

Belum lagi dengan mereka yang mengatur kehidupan ini.

I’m just a face in the crowd.

Kehilangan jati diri, integritas, telah mengubah semuanya.

Semakin tua aku semakin takut.

Aku menggantikan Isa memanggul salibnya ke Golgota.

Aku membawa salibku juga.

Dua salib ku panggul sekaligus…

Dan aku tahu aku bukan Isa yang akan bangkit dalam waktu 3 hari.

Selamat datang ke dalam asylum.


Tinggalkan komentar

adrenaline rush

ini bukan balapan liar, bukan konser rock bertegangan tinggi. hanya sedikit perhatian, belaian sayang, secuil pelukan dan ciuman yang biasa untuk anak muda seperti kami. itu saja. entah berapa lama tak ada hal seperti ini. mungkin iini saatnya melangkah lagi setelah lelah terjatuh dan merasakan perih.

lelah terjatuh lagi dan kembali mencari dalam gelap. semoga ini berhasil. itu saja. mari kita lihat sampai mana akhirnya akan berhenti… jangan bertaruh. judi dilarang agama, katanya.


1 Komentar

Aku Bukan Mario Teguh yang Bisa Teguh Memberi Motivasi

aku sudah percaya…

 

beranikah dirimu untuk percaya?

banyak hal yang sebenernya lebih besar daripada hal-hal yang kita ketahui atau hal-hal yang menjadi ketakutan kita. kasih Tuhan jauh lebih besar daripada kehidupan kita…kasih Tuhan mengalir lewat sesama.

 

 

aku juga tahu, fisik memang berpengaruh, tapi bukan yang utama. karakter berbicara. munafik jika menepikan fisik. tapi itu temporer. tapi karakter bertahan. aku percaya.

 

 

segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita (baik-buruk) adalah anugerah yang baik dari Tuhan Yang Maha Baik…

 

mungkin artinya ada rencana indah yang ngga kita ketahui.

solusinya kalo ingin jadi indah pada waktunya,

ya mencoba,

belajar,

bangkit,

membuka diri,

percaya.

 

 

tanpa itu semua, kesempatan terindah sekalipun ngga bisa masuk ke dalam diri kita.

 

memang tak semudah membalik telapak tangan.

butuh waktu,

proses,

pengorbanan,

ketulusan.

 

 

ini jalan yang telah kupilih, dengan bulat aku memantabkan diri dan menyerahkan segala usahaku ini kepada-Nya.

keputusan yang telah kuambil bukanlah permainan, peduli setan dengan segala cap atau kutuk yang disematkan oleh orang lain.

 

hanya Tuhan yang berhak menghakimi manusia.  bukan sesamanya.

 

 

seperti kutipan yang telah kutemukan:

Buang rasa iri hati, cemburu, dendam, egois dan rasa ketakutanmu. Kamu akan menemukan bahwa sesungguhnya banyak hal tidak sesulit yang kau bayangkan.

 

 

yang kau butuhkan hanya:

mencoba,

belajar,

bangkit,

membuka diri,

percaya.

 

 

sekali lagi, tak ada salahnya untuk mencoba.

 

sebab manusia dilahirkan, untuk terjatuh supaya manusia tahu apa itu bangkit, dan bisa menemukan arti kehidupan mereka.

 

 

c’mon, the future is waiting here. step aside from that chamber, you’ll find nothing in it. no more adventure i promise. this is not an advantage-taking or relations-wtih-benefits.

 

P.S: maaf pak mario nama anda saya pakai. tulisan ini terinspirasi dari topik bahasan dari bpk paulus wiratno, yang saya kembangkan kembali berdasarkan cara berpikir otak yang ngga cukup besar untuk jadi bijak ini…semoga sedikit mencerahkan…he he he